BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi Tumbuhan dan Gambar
2.2 Nama Daerah...................................................................................4
2.3 Morfologi
Tumbuhan............................................................7
2.4 Kandungan
Kimia..............................................................
2.5 Manfaat
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kakao
(Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas ekspor yang menjadi andalan
bagi Indonesia dalam upaya menambah devisa. Disamping itu pengusahaan komoditas
ini mampu menyediakan lapangan kerja karena dapat dilakukan dengan sistem padat
karya. Menurut dinas perkebunan Riau, luas perkebunan Kakao adalah sebesar
5.663 ha dengan produksi 4,675 ton, dengan rincian perkebunan rakyat sebesar
73,98% (4.183 ha), perkebunan negara sebesar 8,1% (453 ha) dan perkebunan
swasta 18,2% (1,027 ha) (Nurbaiti dan Maryani, 2007). Kakao merupakan salah
satu jenis tanaman perkebunan yang telah lama dibudidayakan baik oleh masyarakat
maupun perusahaan perkebunan yang dikelola oleh pemerintah. Hal ini disebabkan
karena hingga saat ini berbagai produk pangan yang berbahan biji kakao sangat
digemari oleh semua lapisan masyarakat. Oleh karena itu permintaan pasar akan
tanaman ini terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan peningkatan
pertumbuhan penduduk, baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor ke berbagai
negara yang merupakan produsen makanan berbahan dasar kakao. Untuk itu maka
Indonesia sebagai salah satu produsen perlu memanfaatkan peluang tersebut untuk
meningkatkan devisa negara dengan meningkatkan ekspor biji kakao (Kurniasih,
2011). Kakao merupakan satu-satunya dari 22 jenis marga Theobroma, suku
Sterculiaceae, yang diusahakan secara komersial. Sistematika tanaman ini
sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta Anak divisi : Angioospermae Kelas
: Dicotyledoneae Anak kelas : Dialypetalae Bangsa
: Malvales Suku
: Sterculiaceae Marga
:
Theobroma Jenis
: Theobroma cacao L Beberapa sifat (penciri) dari buah dan biji digunakan dasar
klasifikasi dalam sistem taksonomi. Berdasarkan bentuk buahnya, kakao dapat
dikelompokkan ke dalam empat populasi. Kakao lindak (bulk) yang telah tersebar
luas di daerah tropika adalah anggota sub jenis sphaerocarpum (BPTBTPP, 2008).
Pertumbuhan dan produktivitas tanaman kakao ditentukan oleh sifat genetik bahan
tanam serta interaksinya dengan lingkungan tempat tumbuhnya. Selanjutnya
dinyatakan bahwa produksi potensial ditentukan oleh bentuk bahan tanam yang
digunakan, misalnya berupa benih, entres, atau sel somatik. Pemilihan klon
harapan tahan hama PBK sebagai sumber bahan tanam maupun plasma nutfah
merupakan salah satu modal dasar untuk mendapat bahan tanam dengan
produktivitas dan mutu hasil yang tinggi. Perbanyakan tanaman melalui benih
berupa biji disebut perbanyakan secara generatif. Produksi dan pemeliharaan
benih perkebunan diatur dalam Peraturan. Selama dalam proses penangkaran, benih
akan melalui pengujian lapangan, yang meliputi kemurnian, keseragaman, dan
kebersihan pertanaman. Setelah pengujian lapangan, dilakukan pengujian
laboratorium, untuk menguji kemurnian varietas dan fisik, kandungan air, dan
daya kecambah (Limbongan, 2012). Pada setiap pembibitan tanaman, air memiliki
peranan yang sangat penting, kekurangan air dapat menghambat laju fotosintesis
karena turgiditas sel penjaga stomata akan menurun, sehingga mengakibatkan
terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus-menerus akan menyebabkan
perubahan irreversible (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan
mati. Selain pengaturan pemberia air, kesuburan tanah merupakan hal lain yang
perlu diperhatikan. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao mulai dari
perkecambahan sampai menghasilkan buah, membutuhkan unsur hara yang dibutuhkan
oleh tanaman untuk pertumbuhan bibit kakao normal. Tidak tersedianya unsur hara
bagi tanaman akan menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu, sehingga dapat
menurunkan hasil. Usaha peningkatan produksi pertanian seperti pangan,
hortikultura, perkebunan tidak terlepas dari peranan pupuk sebagai bahan
penyubur. Peningkatan efisiensi penggunaan pupuk harus diperhatikan karena
salah satu faktor yang membatasi produksi tanaman adalah unsur hara dan pupuk dapat
dipergunakan untuk mencapai keseimbangan hara untuk keperluan pertumbuhan
tanaman, sehingga akan dicapai hasil produksi yang optimal (Asrul, 2011). Kakao
diklasifikasikan dalam dua jenis, kakao bulk dan kakao fine flavour. Kakao bulk
atau kakao lindak berasal dari pohon-pohon forastero yang ditemukan di seluruh
Afrika Barat dan Brasilia, sedangkan kakao fine flavour pada umumnya berasal
dari pohon-pohon Criollo dan Trinitario yang ditemukan di Karibia, Venezuela,
Indonesia dan Papua Nugini. Pertumbuhan batang kakao bersifat dimorfisme yang
berarti memiliki dua macam bentuk pertumbuhan vegetatif. Pertama, kecambah yang
membentuk batang utama yang bersifat ortotrop pada umur tertentu akan membentuk
perempatan atau jorquette dengan 4-6 cabang primer tumbuh ke samping atau yang
disebut cabang plagiotrop (Poedjiwidodo, 1996). Identifikasi morfologi tanaman
merupakan identifikasi terhadap tinggi tanaman, bentuk daun, jumlah buah,
jumlah cabang, dan lain-lain. Identifikasi secara morfologi memiliki kelemahan
yaitu penampilan sering rancu karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
subjektivitas peneliti dan umur tanaman. Oleh karena itu harus diikuti dengan
identifikasi molekuler untuk memperoleh data identifikasi tanaman dengan tepat
(Susantidiana, 2009). Organ tanaman kakao yang erat kaitannya dengan hasil buah
adalah daun (sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis), batang dan
percabangan (sebagai tempat tumbuh bunga, buah, dan organ translokasi), serta
akar (sebagai penopang tajuk tanaman dan organ penyerap air dan hara).
Keseimbangan perkembangan antar organ tanaman perlu diatur melalui teknik
budidaya yang baik dan benar sehingga dapat diperoleh hasil produksi yang
tinggi. Teknik budidaya seperti penaungan, pemangkasan, pemupukan, atau
pengairan samping batas tertentu (Ferlianto, 2006). Tangkai daun bentuknya
silinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya. Salah satu sifat khusus
daun kakao yaitu adanya dua persendian (articulation) yang terletak di pangkal
dan ujung tangkai daun. Dengan persendian ini dilaporkan daun mampu membuat
gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari. Bentuk helai
daun bulat memanjang (oblongus) ujung daun meruncing (acuminatus) dan pangkal
daun runcing (acutus). Susunan daun tulang menyirip dan tulang daun menonjol ke
permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging daun tipis tetapi kuat
seperti perkamen (Karmawati dkk, 2010). Indeks luas daun (ILD) adalah besarnya
angka perbandingan antara total luas permukaan seluruh daun yang ada pada tajuk
dengan luas bidang tanah yang dinauni tajuk tersebut. Pada tingkat perkembangan
awal, pertumbuhan dan leba daun akan terus bertambah sejalan bertambahnya umur
tanaman. Dengan demikian luas daun pada tajuk akan bertambah, demikian pula
luas tanah yang dilindungi jga meningkat. Peningkatan luas daun cenderung
mengakibatkan daun saling menutupi antara yang satu dengan yang lainnya
(Suwarto dan Octaviany, 2011). 4.2 Pembahasan Sejumlah faktor
iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao.
Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah
hujan, temperatur, dan sinar matahari menjadi bagian dari faktor iklim yang
menentukan. Demikian juga faktor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya
dengan daya tembus (penetrasi) dan kemampuan akar menyerap hara. Ditinjau dari
wilayah penanamannya, kakao ditanam di daerah‐daerah yang berada pada
100 LU sampai dengan 100 LS. Walaupun demikian penyebaran pertanaman kakao
secara umum berada pada daerah‐daerah antara 70 LU sampai
dengan 180 LS. Hal ini tampaknya erat kaitannya dengan distribusi curah hujan
dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun. Curah hujan sangat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao yaitu mengenai distribusinya sebagai
pendukung pertumbuhan sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan dengan masa
pembentukan tunas muda dan produksi. Areal penanaman kakao yang ideal adalah
daerah‐daerah bercurah hujan 1.100 ‐ 3.000 mm per tahun. Tanaman
kakao juga dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal persyaratan fisik dan
kimia tanah yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao terpenuhi.
Kemasaman tanah (pH), kadar zat organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi, dan
kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan, sedangkan faktor
fisiknya adalah kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase,
struktur, dan konsistensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga merupakan
sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan pertumbuhan kakao. Tanaman kakao
(Theobroma cacao L) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang
dikembangluaskan dalam rangka peningkatan sumber devisa negara dari sektor
nonmigas. Tanaman kakao tersebut merupakan salah satu anggota genus Theobrama
dari familia Sterculaieeae yang banyak dibudidayakan. Tanaman kakao juga
termasuk golongan tanaman tahunan yang tergolong dalam kelompok tanaman
caulofloris yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada batang dan cabang.
Tanaman ini pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian
vegetatif yang meliputi akar, batang serta daun dan bagian generatif yang
meliputi bunga dan buah. Untuk lebih mengenal tanaman kakao maka kita perlu
mengidentifikasi tanaman kakao terlebih dahulu, yang meliputi:
1. Akar Akar tanaman kakao mempunyai akar tunggang (Radik
primaria). Pertumbuhannya dapat mencapai 8 meter kearah samping dan 15 meter
kearah bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya
tidak membentuk akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak
jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut akan membentuk dua akar yang
menyerupai akar tunggang. Pada kecambah yang telah berumur 1 – 2 minggu
terdapat akar-akar cabang (Radik lateralis) yang merupakan tempat tumbuhnya
akar-akar rambut (Fibrilla) dengan jumlah yang cukup banyak. Pada bagian ujung
akar ini terdapat bulu akar yang dilindungi oleh tudung akar (Calyptra). Bulu
akar inilah yang berfungsi menyerap larutan dan garam-garam tanah. Diameter
bulu akar hanya 10 mikro dan panjang maksimum hanya 1 milimeter.
2. Batang Diawal pertumbuhannya tanaman kakao yang diperbanyak
dengan biji akan membentuk batang utama sebelum tumbuh cabang-cabang primer.
Letak pertumbuhan cabang-cabang primer disebut jorket dengan ketinggian yang
ideal 1,2 – 1,5 meter dari permukaan tanah dan jorket ini tidak terdapat pada
kakao yang diperbanyak secara vegetatif. Ditinjau dari segi pertumbuhannya,
cabang-cabang pada tanaman kakao tumbuh kearah atas dan samping. Cabang yang
tumbuh kearah atas disebut cabang Orthotrop dan cabang yang tumbuh kearah
samping disebut dengan Plagiotrop. Dari batang dan kedua jenis cabang tersebut
sering ditumbuhi tunas-tunas air (Chupon) yang banyak menyerap energi, sehingga
bila dibiarkan tumbuh akan mengurangi pembungaan dan pembuahan.
3. Daun Pada Theobroma cacao daunnya merupakan daun tunggal (
folium simplex) yaitu pada tangkai daunnya hanya terdapat satu helaian daun
saja Bentuk tangkai daunnya (petiolus) adalah bulat telur Bangun daunnya adalah
memanjang (oblongus). Pada ujung ( apex folii) dan pangkal daunnya (basis
folii) berbentuk runcing (acutus) yaitu kedua tepi daunnya di kanan dan kiri
ibu tulang sedikit demi sedikit menuju keatas dan pertemuaannya pada puncak
daun membentuk suatu sudut lancip. Tepi daunnya (margo folii) berbentuk rata
(integer). Panjang daunnya adalah sekitar 10-48 cm dan lebarnya adalah 4-20 cm.
Susunan tulang daunnya (nervatio) adalah bertulang menyirip (penninervis) yaitu
hanya mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung, dan
merupakan terusan tangkai daun. Warna daunnya adalah hijau.
4. Bunga Bunga kakao tergolong bunga sempurna, terdiri atas
daun kelopak (Calyx) sebanyak 5 helai dan benang sari ( Androecium) berjumlah
10 helai. Diameter bunga 1,5 centimeter. Bunga disangga oleh tangkai bunga yang
panjangnya 2 – 4 cm. Pembungaan kakao bersifat cauliflora dan ramiflora,
artinya bunga-bunga dan buah tumbuh melekat pada batang atau cabang, dimana
bunganya terdapat hanya sampai cabang sekunder. Tanaman kakao dalam keadaan
normal dapat menghasilkan bunga sebanyak 6000 – 10.000 pertahun tetapi hanya
sekitar 5% yang dapat menjadi buah. 5. Buah Buah kakao
berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah mempunyai sepuluh
alur dan tebalnya 1 – 2 cm. Bentuk, ukuran dan warna buah kakao bermacam-macam
serta panjangnya sekitar 10 – 30 cm, umumnya ada tiga macam warna buah kakao
yaitu hijau muda sampai hijau tua, waktu muda dan menjadi kuning setelah masak,
warna merah serta campuran antara merah dan hijau. Buah ini akan masak 5 – 6
bulan setelah terjadinya penyerbukan. Buah muda yang ukurannya kurang dari 10
cm disebut cherelle (pentil). Buah ini sering sekali mengalami pengeringan
(cherellewilt) sebagai gejala spesifik dari tanaman kakao. Gejala demikian
disebut physiological effect thinning yakni adanya proses fisiologis yang
menyebabkan terhambatnya penyaluran hara yang menunjang pertumbuhan buah muda.
Gejala tersebut dapat juga dikarenakan adanya kompetisi energi antara vegetatif
dan generatif atau karena adanya pengurangan hormon yang dibutuhkan untuk
pertumbuhahn buah muda. 6. Biji Biji kakao tidak mempunyai
masa dormasi sehingga penyimpanan biji untuk benih dengan waktu yang agak lama
tidak memungkinkan. Biji ini diselimuti oleh lapisan yang lunak dan manis
rasanya, jika telah masak lapisan tersebut pulp atau micilage. Pulp ini dapat
menghambat perkecambahan dan karenanya biji yang akan digunakan untuk
menghindari dari kerusakan biji dimana jika pulp ini tidak dibuang maka didalam
penyimpanan akan terjadi proses fermentasi sehingga dapat merusak biji. Biji
kakao sendiri yang kemudian diolah menjadi cokelat memiliki banyak manfaat bagi
manusia dan lingkungan, manfaat tersebut berupa memberikan keuntungan besar
bagi orang yang membudidayakan kakao karena kakao sendiri merupakan salah satu
produk perkebunan unggulan yang mempunyai nilai yang sangat tinggi, dengan
nilai yang tinggi ini maka petani yang membudidayakan kakao akan memiliki
keuntungan yang besar. Selain itu manfaat tanaman kakao yang telah diolah
menjadi coklat yaitu cokelat merupakan kategori makanan yang mudah dicerna oleh
tubuh dan mengandung banyak vitamin seperti vitamin A1, B1, B2, C, D, dan E
serta beberapa mineral seperti fosfor, magnesium, zat besi, zinc, dan juga
tembaga. Cokelat juga terkenal mengandung antioksidan dan flavonoid yang sangat
berguna untuk mencegah masuknya radikal bebas ke dalam tubuh yang bisa
menyebabkan kanker. Cokelat juga mengandung lemak yang memiliki fungsi yang
sama dengan minyak zaitun dan mengandung mineral esensial untuk memperkuat
tulang, kuku, rambut, dan juga kulit. Hal tersebut sangat membantu untuk mencegah
proses penuaan. Meskipun dianggap sebagai makanan yang mampu menambah berat
badan, cokelat juga dianggap sebagai salah satu makanan yang mampu mengusir
rasa stres. Hal tersebut disebabkan karena cokelat mengandung molekul
psikoaktif yang dapat membuat pemakan cokelat merasa nyaman. Beberapa kandungan
cokelat seperti kafein, theobromine, methyl-xanthine, dan phenylethylalanine
dipercaya dapat memperbaiki mood dan mengurangi kelelahan sehingga bisa
digunakan sebagai obat anti depresi. Secara umum jenis kakao terbagi menjadi 3
jenis yaitu Criollo atau yang biasa dikenal dengan sebutan kakao mulia,
Forastero dan Trinitario (campuran dari Criollo dan Forastero). Walaupun
cokelat yang merupakan makanan dan minuman dari pengolahan biji kakao dan
merupakan makanan minuman favorit hampir semua golongan usia, dari anak-anak
sampai orang dewasa tetapi sangat sedikit yang mengetahui jenis dan anatomi
buah kakao. Berikut ini penjelasan tentang kakao jenis Criollo dan Forastero
yaitu: 1. Criollo Merupakan jenis kakao yang menghasilkan biji kakao dengan
mutu terbaik sehingga dikenal sebagai kakao mulia, fine flavour cocoa,
choiced cocoa dan edel cocoa. Buahnya berwarna merah atau hijau dengan kulit
buah tipis berbintil-bintil kasar dan lunak. Biji kakaonya berbentuk bulat
telur dan berukuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada saat basah.
Berjumlah lebih kurang 7% dari produksi kakao dunia dan merupakan jenis edel
yang dihasilkan di Equador, Venezuela, Trinidad, Grenada, Jamaika, Srilangka,
Indonesia dan Samoa. 2. Forastero Merupakan jenis kakao dengan mutu kakao
sedang atau bulk cocoa atau lebih dikenal dengan ordinary cocoa. Buahnya
berkulit tebal dan berwarna hijau. Biji kakaonya berbentuk tipis (gepeng)
dengan kotiledon berwarna unggu pada saat basah. Jumlahnya sekitar 93% dari
produksi kakao dunia dan merupakan jenis bulk yang dihasilkan Afrika Barat,
Brazil dan Dominika. 3. Trinitario Merupakan hybrida dari jenis kakao Criollo
dan Forastero secara alami sehingga jenis kakao ini sangat heterogen. Kakao
jenis ini menghasilkan biji kakao fine flavour cocoa dan ada yang termasuk
dalam bulk cocoa. Bentuknya bermacam-macam dengan buah berwarna hijau dan
merah. Biji kakaonya juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna unggu muda
sampai unggu tua pada saat basah. Cahaya mempunyai peranan yang besar dalam
proses fisiologi tanaman, dalam hal fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan
perkembangan, penutupan dan pembukaan stomata, serta berbagai pergerakan
tanaman dan perkecambahan. tanaman yang tumbuh pada intensitas cahaya tinggi
umumnya mengabsorbsi ion lebih cepat daripada tanaman yang tumbuh pada
intensitas cahaya rendah. Hal ini terjadi karena gula yang dihasilkan dari
fotosintesis ditranslokasikan ke akar, direspirasikan, dan energi yang
dihasilkan digunakan untuk menyerap ion. Kekurangan intensitas
cahaya menyebabkan jumlah energi yang tersedia untuk penggabungan
karbondioksida dan air sangat rendah, akibatnya pembentukan karbohidrat hasil
fotosintesis yang digunakan untuk pembentukan senyawa lain juga rendah. Tanaman
kakao sendiri menghendaki iklim yang tidak terlalu panas sehingga untuk
membudidayakan tanaman kakao di dataran rendah perlu adanya inovasi yaitu
seperti suatu naungan pada tanaman kopi. Lingkungan hidup alami tanaman kakao
ialah hutan hujan tropis yang di dalam pertumbuhannya membutuhkan naungan untuk
mengurangi pencahayaan penuh. Cahaya matahari yang terlalu banyak akan
mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan batang relatif pendek.
Pemanfaatan cahaya matahari semaksimal mungkin dimaksudkan untuk mendapatkan
intersepsi cahaya dan pencapaian indeks luas daun optimum. Kakao tergolong
tanaman C3 yang mampu berfotosintesis pada suhu daun rendah. Fotosintesis
maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20 persen
dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam fotosintesis setiap daun yang
telah membuka sempurna berada pada kisaran 3-30 persen cahaya matahari atau
pada 15 persen cahaya matahari penuh. Hal ini berkaitan pula dengan pembukaan
stomata yang lebih besar bila cahaya matahari yang diterima lebih banyak
(Karmawati, 2010). Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia
lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Di samping itu kakao juga
berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri.
Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber
pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada
di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke
tiga dari sub sektor perkebunan setelah karet dan minyak sawit dengan nilai US
$ 701 juta. Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan pesat dalam
kurun waktu 20 tahun terakhir dan pada tahun 2002 areal perkebunan kakao
Indonesia tercatat seluas 914.051 ha. Perkebunan kakao tersebut sebagian besar
(87,4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 6,0% perkebunan besar negara serta
6,7% perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian
besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Di samping itu juga diusahakan
jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia dimana bila
dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao
berasal dari Ghana dan keunggulan kakao Indonesia tidak mudah meleleh sehingga
cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang
pasar kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri.
Dengan kata lain potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu
pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka. Rata-rata
produksi kakao secara nasional hanya 897 kg/ha/tahun, padahal potensinya dapat
mencapai 2.000 kg/ha/tahun. Hal ini terjadi karena perkebunan kakao didominasi
oleh perkebunan rakyat dengan produktifitas yang rendah. Penggunaan bahan tanam
berkualitas merupakan salah satu faktor yang penting untuk meningkatkan
produktifitas tanaman kakao. Bahan tanam kakao dapat berasal dari perbanyakan
generatif ataupun vegetatif. Bahan tanam perbanyakan vegetatif asal sambungan
akan menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang lebih seragam dibandingkan
dengan perbanyakan generatif. Jika dibandingkan dengan perbanyakan vegetatif
lain, pekerjaannya lebih sederhana, persentase tumbuh lebih tinggi,
pertumbuhannya lebih cepat serta produktifitasnya lebih tinggi.
http://ilham-roby.blogspot.co.id/2013/12/identifikasi-morfologi-tanaman-kakao.html
http://ilham-roby.blogspot.co.id/2013/12/identifikasi-morfologi-tanaman-kakao.html
Daun kakao mengandung senyawa bioaktif berupa senyawa
fenolat, yang juga memiliki peran sebagai antioksidan. Menurut Minifie (1970),
daun kakao mengandung theobromine , kafein, anthocianin, leucoanthocianin dan
catechol, yang jumlahnya bervariasi, dipengaruhi oleh umur daun dan umur
tanaman. Selain itu dalam penelitian Yang, dkk. (2011) menyebutkan juga bahwa
daun kakao memiliki komponen yang sama dengan daun teh (Camellia sinensis dan
Camellia assmica) yaitu berupa tea polyphenol 3,60%; flavonoid glycoside1,91%;
theobromine ,71%; catechins; dan tea pigments. Osman dkk. (2004) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa daun kakao mengandung polifenol yang terdiri
atas epigalo katekin galat (EGCG), epigalo katekin (EGC), epi katekin galat
(ECG), dan epi katekin (EC). Jumlah dari masing-masing senyawa tersebut dipengaruhi
oleh umur daun. Pada daun muda (pucuk daun ditambah 3 daun dibawahnya )
mengandung total polifenol 19,0% dan kafein 2,24% dari ekstrak daun kakao,
total katekin 9,75% dari total polifenol Pada daun tua (daun nomer 5 sampai
dengan 8) mengandung total polifenol 28,4%, dan kafein 1,33% dari ekstrak daun
kakao, total katekin 5,25% dari total polifenol. Sementara itu pada teh hijau
sebagai pembanding, mengandung total polifenol 17,3%, dan kafein 3,34% dari
ekstrak daun kakao, total katekin 15,2% dari total polifenol. Daun kakao juga
mengandung Se (selenium) yang lebih tinggi dari daun teh. Selenium ini termasuk
elemen mikroesensial yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan bagi
hewan, tumbuhan serta manusia. Bioekstraksi selenium dapat dilakukan secara
fermentasi campuran asam dengan khamir. Bioekstraksi selenium sangat
dipengaruhi oleh konsentrasi daun coklat, konsentrasi glukosa, waktu inkubasi
serta penambahan khamir (Thiowijaya, 2001)
3.1 Limbah Pra Panen Kakao
3.1.1 Pemanfaatan Limbah Daun Kakao sebagai Kompos
Limbah
daun kakao adalah masalah linkungan yang paling sulit di atasi, baik dari
faktor volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan
limbah, dimana sering membuat kerugian daripada keuntungan. Untuk mengatasi
limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah yang baik dan ramah
lingkungan yaitu dengan sebagian limbah ada yang diolah kembali atau daur ulang
sebagai limbah yang bermanfaat tanpa timbulkan kerugian. Dengan kemajuan zaman
di harapkan pengolahannya jauh lebih baik dan optimal menyeluruh sehingga
masalah linkungan cepat tertasi, tak ada pencenmaran udara, air, maupaun tanah
sekalipun.
3.1.1.1 Manfaat
Limbah Daun Kakao Menjadi Pupuk
1.
Mengurangi Volume limbah daun yang dibuang di TPA
Karena daun dikomposkan di tempat di mana kompos tersebut diambil, maka
dengan sendirinya volume daun yang diangkut ke TPA akan berkurang.
2.
Menghemat Sumber Daya
Berkurangnya
volume daun yang diangkut ke TPA juga mengakibatkan implikasi lain. Misalnya:
berkurangnya armada angkutan yang dibutuhkan, berkurangnya tenaga kerja yang
dibutuhkan, menghemat bahan bakar. Semua ini akan menghemat biaya yang
diperlukan untuk pengelolaan limbah faun kakao.
3.
Peningkatan Nilai Tambah
Limbah
indentik dengan bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau.
Memang stigma ini tidak sepenuhnya salah. Namun, dengan membuat sampah organik
menjadi kompos akan memberikan nilai tambah bagi sampah. Kompos memiliki nilai
ekonomi dan tidak berbau.
4.
Menyuburkan tanah dan tanaman
5.
Manfaat untuk kebersihan lingkungan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar